Minggu, 07 November 2010


Alloh SWT. Melahirkan manusia kedunia ini dilengkapi dengan fitrah ilahiah yang harus dipelihara secara terus menerus dan berkesinambungan yaitu qolbu (hati nurani/keimanan), akal pikiran, penglihatan, pendengaran serta sarana indrawi lainnya. Dari berbagai sarana itu manusia mampu belajar untuk menggali ilmu pengetahuan, menanggapi informasi dan hal-hal lain yang ada dilingkungan sekitar serta segala hal itu lah yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku manusia sampai dewasa apakah akan bersikap/berakhlak baik (menurut agama islam) atau berakhlak buruk (menyimpang dari agama islam/kafir). Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap manusia :
        internal            :       -      Pendidikan/ilmu pengetahuan, dalam hal ini pendidikan agama islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis yang akan membentuk manusia berakhlak mulia dan memperkokoh keimanan terhadap Alloh SWT. serta iptek untuk mengimbangi kemajuan zaman.
                            -      Lingkungan keluarga.
                            -      Lingkungan masyarakat sekitar.
        eksternal         :       Keadaan alam yaitu tanah, air, cuaca, flora dan fauna contohnya jika manusia dilahirkan di hutan maka sikap/kepribadiannya membentuk manusia hutan dimana yang terkuat akan berkuasa.

        Pokok-pokok strategi dalam rangka mempertahankan status dan peran manusia sebagai khalifah di bumi dasarnya adalah Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2) : 30, Alloh berfirman :

Artinya   :   Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

        Jika khalifah dinyatakan sebagai makhluk pemilih atau penerus ajaran Alloh SWT, maka peran yang dilakukan manusia di bumi ini adalah sebagai pelaku ajaran Alloh SWT. dan sekaligus menjadi pelopor dalam membudayakan ajaran Alloh SWT dalam kehidupan dibumi ini tapi sungguh sangat berat menanggung beban tersebut mengingat sifat asli manusia yang serakah, sombong, mudah putus asa, lupa diri dan sebagainya yang tidak bisa dihilangkan, manusia hanya bisa menetralisir dan mengarahkan sifat aslinya yang negatif tsb ke positif dengan perjuangan sepenuh hati dengan memerlukan pembimbing yaitu Al-Qur’an dan Hadis.  Dalam merealisasikan peran yang hendak dilakukan oleh seorang khalifah ada beberapa hal yang perlu ditempuh yaitu :
1.    Memahami nilai (nilai merupakan sifat atau tujuan dari kehidupan seseorang/golongan sehingga seseorang/golongan tersebut mempunyai hasrat agar sifat/tujuan itu berlaku terus menerus  *Deliar Noer) baik nilai yang mutlak atau instrumental berdasarkan pada ilmu (wahyu) Alloh SWT. yaitu Al-Qur’an.
2.    Pengembangan nilai, seperti yang dikemukakan dalam sebuah hadis : ” orang yang paling baik adalah yang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an ”. Strategi dalam pengembangan nilai tersebut yaitu dimulai dari diri sendiri, lingkungan keluarga dan masyarakat luas, penekanan dakwah yang berkualitas.
3.    Membudayakan nilai-nilai ilahi, berawal dari tahu, perkenalan kemudian ingin melakukan yang dikatahui, belajar dan berlatih lebih dalam yang dikatahui sehingga tercapai pola hidup dan situasi kehidupan sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi dengan demikian sunnah rasul merupakan contoh perwujudan pembudayaan ilmu.
Memperhatikan prinsip-prinsip diatas maka tergambarlah tugas khalifah dibumi, apa yang dilakukan bukan sekedar untuk diri sendiri dan tidak pula bertanggung jawab atas diri sendiri melaikan semua yang dilakukannya adalah untuk kebersamaan umat manusia sebagai hamba Alloh SWT, prinsip lain yang perlu ditanamkan juga adalah mencapai tujuan hidup seperti yang dikemukakan dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzaariyaat (51) : 58, Alloh berfirman :

Artinya : Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.

        Masyarakat madani pada hakekatnya adalah sebuah masyarakat berperadaban yang disemangati oleh nilai-nilai ketuhanan unuk kebaikan bersama maka peran yang dapat dilakukan oleh umat beragama dalam mewujudkan masyarakat yang madani :
        a.  menumbuhkan saling pengertian sesama umat beragama salah satunya melalui dialog interaktif yang membahas berbagai hal yang terjadi dalam masyarakat misalnya menanggapi berbagai isu-isu yang negatif, membentuk kerja sama untuk kebaikan umat manusia dan lain-lain.

        b.  melakukan studi banding agama dengan tujuan menghayati ajaran agama masing-masing, membangun suasana iman yang dialogis, menumbuhkan etika pergaulan antar umat beragama, kesadaran untuk menghilangkan bias-bias dari satu agama terhadap umat lain, menghancurkan rintangan-rintangan budaya (eklusivisme), menumbuhkan sesadaran pluralisme dan terakhir membentuk solidaritas dan kerjasama dalam hal menyelesaikan masalah-masalah kemiskinan, keterbelakangan, ketidakadilan serta penyakit masyarakat.
        c.   menumbuhkan sikap demokratis, pluralis dan toleran dalam kehidupan umat beragama sejak dini melalui pendidikan.
        d.  bersama-sama mengerahkan segala kekuatan untuk mewujudkan cita-cita membangun masyarakat madani.   

        Menurut Dr. Juhaya S Praja dalam bukunya Filsafat Hukum Islam, dalam hukum islma ada 2 (dua) prinsip yaitu :
        I.   Prinsip Umum : prinsip keseluruhan hukum islam yang bersifat universal.
        II.  Prinsip Khusus : prinsip-prinsip setiap cabang hukum islam secara garis besar hukum islam ada 7 prinsip yaitu :
              a.  Prinsip Tauhid, menjelaskan bahwa seluruh manusia ada dibawah ketetapan yang sama sebagai hamba Alloh SWT. ada beberapa firman Alloh SWT. yang menjelaskan prinsip ini yaitu QS. Al-Araaf (7) : 172 
                     Artinya   :     Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",


              b.  Prinsip Keadilan, bahwa hukum islam yang mengatur persoalan manusia diberbagai aspek harus dilandaskan pada keadilan yang meliputi hubungan antara individu dengan dirinya sendiri, dengan manusia lain atau masyarakat luas dan dengan lingkungannya. Firman Alloh SWT. yang menjelaskan prinsip ini diantaranya QS. Al-Maaidah (5) : 8

                    Artinya   :     Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

              c.   Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar, hukum islam ditegakan untuk menjadikan umat manusia dapat melaksanakan hal-hal yang baik dan benar sebagaimana dikehendaki Alloh SWT. sedangkan Nahi Munkar mengandung arti bahwa hukum tersebut ditegakan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang buruk yang dapat meruntuhkan kehidupan masyarakat. Firman Alloh SWT. yang menjelaskan prinsip ini diantaranya QS. Ali-Imron (3) : 104 & 110.

                    Artinya   :     Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.
                                          [217] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
  
                    Artinya   :     Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

              d.  Prinsip kemerdekaan dan kebebasan, hukum islam diterapkan tidak berdasarkan paksaan akan tetapi berdasarkan penjelasan yang baik dan argumentatif yang dapat menyakinkan yang mana manusia dapat menerima atau menolak tergantung pada manusia itu sendiri. Firman Alloh SWT. yang menjelaskan prinsip ini diantaranya QS. Al-Baqarah (2) : 256 

                                         Artinya   :     Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
                                          [162] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
 
              e.  Prinsip Persamaan, bahwa pada dasarnya manusia itu sama nilainya di mata Alloh SWT. tapi yang membedakannya adalah tingkat ketaqwaan manusia itu sendiri pada Alloh SWT. seperti dalam firman Alloh SWT. QS. Al-Hujarat (49) : 13.

                    Artinya   :     Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

               f.   Prinsip Tolong menolong, landasan prinsip ini terdapat pada Firman Alloh SWT. QS. Al-Maidah (5) : 2
                  
                    Artinya   :     Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
                   
              g.  Prinsip Tolenransi, umat manusia diharuskan bertoleransi guna mencapai hidup yang aman, nyaman dan damai tapi toleransi ini harus menjamin tidak dilanggarnya hukum islam dan hak umat islam. Firman Alloh SWT. yang menjelaskan prinsip ini diantaranya QS. Ali-Mumtahanah (60) : 8.

                    Artinya   :     Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.

        Sendi-sendi akhlak mulia dan akhlak tercela menurut imam Al-Ghazali :
              Sendi-sendi Akhlak Mulia (yang nantinya melahirkan sikap baik seperti jujur, sabar, pemaaf, penuh kasih sayang, pemurah, tawadhu, qana’ah dll) yaitu :
a.  Kekuatan ilmu yang berwujud hikmah, yaitu kebijaksanaan yang artinya adalah keadaan jiwa yang bisa menentukan antara hal-hal yang benar dan hal-hal yang salah.
b.  Kekuatan amarah yang wujudnya adalah berani, yaitu keadaan kekuatan amarah yang tunduk kepada akal pada waktu dinyatakan atau dikekang.
c.   Kekuatan nafsu sahwat (keinginan) yang wujudnya adalah iffah, yaitu keadaan syahwat yang terdidik oleh akal.
d.  Kekuatan keseimbangan di antara yang tiga di atas. Wujudnya adalah adil, yakni kekuatan jiwa yang menuntun amarah dan keinginan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah.

              Sendi-sendi Akhlak Tercela (yang nantinya melahirkan sikap riya, kikir, sombong, dusta, dengki, iri, jahil, keji dll) yaitu :
              a.  Keji, pintar busuk, bodoh, yaitu keadaan jiwa yang terlalu pintar atau tidak menentukan yang benar diantara yang salah karena kebodohannya.
              b.  Berani tapi sembrono, penakut, dan lemah, yaitu kekuatan amarah yang tidak bisa dikekang atau tidak pernah dilakukan, sekalipun sesuai dengan kehendak akal.
              c.   Rakus dan statis, yaitu keadaan syahwat yang tidak terdidik oleh akal dan syariat agama, berarti ia bisa berlebihan atau sama sekali tidak berfungsi.
              d.  Aniaya, yaitu kekuatan syahwat dan amarah yang tidak terbimbing oleh hikmah.

        Iman, Iptek dan Amal tidak dapat di pisahkan dan saling terkait. Iman tanpa ilmu menjadi sesat, ilmu tanpa Amal akan menjadi tidak berguna dan  Amal tanpa ilmu menjadi  taklid. Kita sebagai manusia (khalifah di bumi) berkewajiban menjalankan ajaran Alloh SWT. dimana kita harus beriman kepada-NYA, mencari ilmu guna menunjang keimanan dan kehidupan dan dampak dari berilmu kita beramal soleh sehingga menjadi bangunan yang berbentuk perilaku yang baik dalam habluminalloh maupun habluminannas sehingga salah satu manfaat dari hal ini terbentuknya masyarakat yang madani.

        Apresiasi atau penghargaan Al-Qur’an terhadap orang-orang yang berilmu (berbudaya akademik) :
        Seorang muslim yang memiliki Karakteristik berbudaya akademik disebut dengan istilah ulul albab yang secara kebahasaan mengandung arti orang-orang yang memiliki akal yang murni, salah satu karakteristiknya yaitu selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.
 Dalam Firman Alloh SWT. QS. Al-Mujaadilah (58) : 11  
        Artinya       :     Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
        Ayat diatas sudah jelas menyatakan bahwa penghargaan Al-Qur’an terhadap orang-orang yang beriman dan berilmu akan diangkat derajatnya oleh Alloh SWT.

        Pandangan islam tentang musyawarah dan kaitannya dengan usaha mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa :
        -    Musyawarah berasal dari bahasa Arab Musyawarah yang merupakan bentuk isim masdar dari kata kerja syawara, yusyawiru. Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain termasuk pendapat.
        -    3 sifat yang perlu dikembangkan sehingga musyawarah tersebut dapat terlaksana dengan baik, yaitu berlaku lemah lembut, tidak kasar, dan ƒ tidak berhati keras. Hal ini terdapat dalam Firman Alloh SWT. QS. Ali-Imran (3) : 159.
        -    Musyawarah adalah salah satu kaidah syari’at dan ketentuan yang harus ditegakkan dan menjadi pilar penting untuk membangun persatuan dan kesatuan masyarakat berbangsa dan bernegara.
       
        Rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam membangun persaudaraan dengan umat Non-Muslim menurut Al-Qur’an :
-    Persaudaraan yang diperintahkan Al-Qur’an tidak hanya ditujukan kepada sesama muslim, namun juga kepada sesama warga masyarakat yang non muslim. Manusia pada segi hakekatnya penciptaanya sama yaitu tanah, dari diri yang satu yakni Adam, oleh karenanya tidak ada kelebihan seorang individu/golongan dari individu/golongan yang lain. Atas dasar asal usul kejadian manusia seluruhnya adalah sama, maka tidak layak seseorang atau satu golongan merasa lebih dan membanggakan diri terhadap yang lain atau menghinanya.
-    Misi utama Al-Qur’an dan agama islam dalam kehidupan bermasyarakat adalah untuk menegakkan prinsip persamaan (egalitarianisme) dan mengikis habis segala bentuk fanatisme golongan maupun kelompok, dengan persamaan tersebut sesama anggota masyarakat dapat melakukan kerjasama sekalipun di antara warganya terdapat perbedaan prinsip yaitu perbedaan aqidah.  Perbedaan dimaksud bukan untuk menunjukkan superioritas tetapi untuk kita saling mengenal, seperti dalam Firman Alloh SWT. QS. Al-Baqarah (2) : 256 
                   
                                     Artinya   :     Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
                                    [162] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

      Dengan alasan seperti tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa segala bentuk pemaksaan terhadap manusia untuk memilih suatu agama tidak dibenarkan oleh Al-Qur’an. Karena yang dikehendaki oleh Allah adalah iman yang tulus tanpa pamrih dan paksaan.
-       Dalam kaitan ini Al-Qur’an dan agama islam pada umumnya memberikan kode etik (rambu-rambu) dalam hubungan antar umat agama, kode etik tersebut yakni.
a.    Tidak toleransi dalam Aqidah, dalam hubungan bermasyarakat Al-qur’an sangat menganjurkan agar umat islam menjalin hubungan tidak hanya dengan sesama muslim melainkan juga dengan warga masyarakat yang non muslim, namun toleransi tersebut bukan dalam hal aqidah. Hal ini secara tegas di jelaskan dalam Firman Alloh SWT. QS. Al-Kafirun (109) : 1-6

        Artinya     :   1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, 2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. 3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. 4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, 5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. 6. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."


b.    Tidak menghina simbol-simbol kesucian agama lain, ayat yang secara tegas melarang hal ini adalah QS. Al-An’aam (6) : 108                
     
        Artinya   :               Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.

Artikel Terkait :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog