Minggu, 02 Januari 2011

Manusia dan Harta Benda

Kebanyakan orang percaya bahwa kehidupan yang benar-benar tenteram dapat dicapai di dunia ini. Mentalitas ini menganjurkan bahwa seseorang dapat menemukan kebahagiaan sejati dan mendapatkan penghormatan dari orang lain melalui kekayaan. Mentalitas serupa meyakini bahwa begitu terpenuhi, kesenangan ini akan berlangsung hingga ke akhir dunia. Namun, kebenarannya justru berlawanan. Manusia tidak pernah dapat mencapai hidup impiannya dengan melupakan Penciptanya dan hari penghisaban. Hal ini karena pada saat dia mewujudkan satu sasaran, dia mulai memikirkan yang lainnya. Tidak puas dengan banyaknya yang diperoleh, ia menerjuni bisnis yang baru. Dia tidak merasakan kepuasan apa pun dari flatnya yang baru begitu ia melihat rumah tetangganya yang didekor penuh seni, atau bisa juga, karena dekorasi rumahnya adalah gaya tahun lalu, yang sudah ketinggalan zaman, mendorong ia untuk mendekor ulang. Begitu pula, karena gaya dan cita rasa berubah secara drastis, dia mengimpikan pakaian-pakaian yang lebih mutakhir karena ia tidak puas dengan apa yang telah dimilikinya. Psikologi orang yang tidak beriman dijelaskan dengan gamblang dalam ayat berikut:
Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak, dan anak-anak yang selalu bersama dia, dan Ku lapangkan baginya dengan selapang-lapangnya, kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. (QS. Al Mudatstsir, 74: 11-15)

Seseorang yang berpikiran sehat dan berpemahaman jelas akan mengakui bahwa para pemilik uang (tabungan/deposito) yang banyak, rumah besar dengan kamar yang lebih banyak dari penghuninya, mobil-mobil mewah, atau lemari pakaian besar yang berisi pakaian-pakaian ber-merk designer kelas dunia yang mahal, hanya mampu menggunakan sebagian terbatas dari harta bendanya itu. Jika Anda memiliki rumah terbesar di dunia, apakah mungkin menikmati setiap kamar pada saat bersamaan? Begitu pula, jika Anda mempunyai sebuah lemari pakaian berisi berbagai busana yang mengikuti mode terakhir, berapa banyak yang dapat Anda kenakan dalam sehari? Pemilik rumah besar dengan lusinan kamar, sebagai suatu entitas yang dibatasi ruang dan waktu hanya dapat tinggal di sebuah ruangan pada suatu waktu. Jika Anda ditawari semua makanan lezat dari restoran terkenal, lambung Anda hanya akan menampung sedikit; jika Anda berusaha memaksakan lebih banyak, hasilnya lebih merupakan siksaan, bukannya kesenangan.

Daftar ini dapat diperpanjang lagi, namun fakta yang paling mengejutkan adalah bahwa manusia ditakdirkan hidup pada masa yang sangat terbatas untuk menikmati kemewahan dari harta bendanya. Manusia dengan cepat menuju akhir hidupnya, namun dia jarang sekali mengakui ini semasa hidupnya dan menganggap kekayaannya akan memberinya kebahagiaan abadi, seperti disebutkan ayat berikut:

Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. (QS. Al Humazah, 104: 3)

Manusia dibutakan oleh kekuasaan hartanya sehingga ketika ia menghadapi akhir yang menakutkan di hari penghisaban, dia masih akan berusaha melepaskan diri dari azab dengan menawarkan hartanya:

Sedang mereka saling memandang. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan istrinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya kemudian tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak. (QS. Al Ma'aarij, 70: 11-15)

Walau demikian, sebagian manusia menyadari bahwa kekayaan, kemakmuran, dan harta yang banyak berada di bawah pengawasan Allah. Dengan demikian, mereka sangat menyadari bahwa jabatan dan status adalah hal yang menertawakan. Hanya orang-orang inilah yang benar-benar memahami bahwa harta benda ini tidak akan menyelamatkan mereka di hari akhir. Karena itu, mereka tidak berani memburu barang berharga di dunia ini. Menyombongkan diri bukanlah ciri yang akan Anda temui dari orang-orang yang sederhana seperti ini. Karena tidak pernah melupakan keberadaan Allah Yang Mahakuasa, mereka mensyukuri apa-apa yang Dia berikan. Sebagai balasan, Allah menjanjikan kehidupan yang terhormat dan menyenangkan bagi mereka. Orang-orang yang memercayai Allah dan menjadikan pengabdian kepada Allah sebagai tujuan akhir hidup mereka menyadari bahwa mereka hanya dapat menikmati benda-benda duniawi untuk jangka waktu yang terbatas dan bahwa benda-benda duniawi tidak sebanding dengan kelimpahan abadi yang dijanjikan. Kekayaan tidak pernah membuat orang-orang seperti itu terikat dengan kehidupan ini. Sebaliknya, membuat mereka semakin bersyukur dan dekat kepada Allah. Mereka menyikapi setiap orang dan setiap masalah dengan adil, dan mencoba, dengan apa yang telah Allah berikan, untuk mencapai keridhaan-Nya. Bukannya mencari kesenangan dari kekayaan di dunia ini, mereka berupaya memperoleh nilai-nilai qurani yang diharapkan dari mereka, karena benar-benar menyadari berartinya kedudukan dan pujian di hadapan Allah. Nabi Sulaiman memberikan teladan bagi semua orang sebagai seorang mukmin terhormat yang menunjukkan sifat-sifat itu di dalam hidupnya. Memiliki kekayaan dan kekuasaan yang besar, Sulaiman dengan jelas menyatakan mengapa dia mengejar kekayaan ini:

Maka ia berkata: "Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan." (QS. Shaad, 38: 32)

Kegagalan memahami mengapa harta benda duniawi di dunia ini membuat manusia melupakan bahwa mereka hanya akan mampu menggunakan harta miliknya selama 60-70 tahun, jika mereka ditakdirkan hidup selama itu, dan selanjutnya meninggalkan rumah, mobil-mobil, dan anak-anak mereka. Mereka tidak memikirkan bahwa mereka akan dikuburkan seorang diri. Sepanjang hidup mereka mendambakan kekayaan yang tak akan pernah dapat mereka nikmati.

Namun, mereka yang menganggap kekayaan sebagai penyelamat dan mengabaikan keberadaan Pencipta mereka menanggungkan kesedihan yang pahit baik di dunia ini maupun di hari akhirat.

Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka. (QS. Ali 'Imran, 3: 10)

Al Quran telah memberitakan akhir dari mereka yang menunjukkan keserakahan yang tak pernah puas akan harta benda:

yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung,
dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya!
Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah,
Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
Api Allah yang dinyalakan,
yang sampai ke hati.
Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
(sedang mereka) diikat pada tiang-tiang panjang.
(Surat al-Humazah, 104: 2-9)

Kekayaan sejati dimiliki oleh orang-orang beriman yang tidak pernah menunjukkan ketertarikan akan harta benda di dunia ini dan memercayai sebenar-benarnya bahwa hanya Allah-lah yang memberikan segala sesuatu kepada manusia. Merekalah sebenarnya orang-orang kaya di dunia ini; mereka tidak membatasi hidup mereka sekadar 50-60 tahun. Orang-orang yang beriman melakukan perdagangan terbaik yakni membeli surga dengan hidup mereka. Mereka lebih menyukai kekayaan yang kekal dibandingkan yang sementara. Allah memberitahu kita tentang ini di dalam ayat berikut:

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. Janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah, 9: 111).

Karena mengabaikan fakta-fakta ini, mereka yang "terikat" dengan dunia ini akan segera memahami dengan jelas siapa yang berada di jalan yang benar.

Artikel Terkait :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog